EQUATOR, SANGGAU – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Mandara Prima Nusantara (MPN) yang beroperasi di Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau.
Pencabutan izin usaha pertambangan tersebut tertuang dalam surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20220218-01-87511 tanggal 18 Februari 2022. Meski telah dicabut, perusahaan tambang bauksit tersebut dilaporkan masih beroperasi.
Warga Desa Pampang Dua, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Fransiskus Taufik menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan tidak tegas terhadap perusahaan swasta tersebut.
“Anehnya, tidak ada yang berani menindak mereka. Padahal jelas IUP perusahaan tersebut telah dicabut,” ujar Taufik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sanggau, Agus Sukanto dikonfirmasi wartawan membenarkan bahwa IUP PT MPN telah dicabut.
“Saya sudah komunikasi dengan pihak perusahaan untuk mengetahui alasan mereka mengapa masih beroperasi. Padahal tidak mengantongi izin. Jawaban mereka (perusahaan, red) izin sedang dalam proses. Aturannyakan tidak boleh beroperasi sebelum mengantongi izin,” tegas Agus.
Setelah izin keluarpun, kata Agus, perusahaan tidak serta merta boleh beroperasi. Harus terlebih dahulu sosialisasi ke masyarakat.
“Sosialisasi dulu ke warga setempat. Seperti ke tokoh-tokohnya, aparat desanya dan masyarakat adat setempat,” terang dia.
Semetara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kabid PLH) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sanggau, Yesaya Poulorossi P. Antang mengatakan belum mengetahui detail masih beroperasinya perusahaan tersebut.
“Beroperasi yang bagaimana? Apakah mereka melakukan penggalian atau berkemas-kemas karena mereka mau cabut (lantaran izin dicabut). Kan ada juga karyawan mereka yang harus diurus. Tidak bisa langsung ditinggal,” kat Yesaya dihubungi via HP, Senin (09/0/2022).
Ia juga mengaku sudah menelepon pihak perusahaan, namun oleh pihak perusahaan diarahkan langsung ke Kepala Teknik Tambang (KTT).
“Takutnya mereka masih mengurus barang-barang yang ditinggalkan, atau karyawan yang tidak mungkin diberhentikan langsung. Nanti tetap akan kita surati (besok), untuk jaga-jaga,” katanya.
“Mereka boleh berkemas-kemas. Tapi karena izinnya sudah dicabut, kalian tak boleh lagi menggali. Apakah kantornya saja, apakah gaji-gaji. Peralatan mereka juga banyak. Nanti kita cari tahu. Kalau menggali tidak boleh lagi, apalagi menjualnya,” tegas Yesaya.
Lantas, jika perusahaan terpantau masih melakukan penggalian atau menjual, apakah bakal ada sanksi?
“Kita akan berikan paksaan pemerintah, pelarangan operasional. Kami sih lingkungan hidup, sesuai kewenangan kami di Dinas LH. Kalau untuk penyegelan atau lainnya itu ada di ESDM di provinsi, atau perizinan. Kalau kami cuma yang menjadi kewenangan lingkungan hidup,” demikian Yesaya. (KiA)