EQUATOR, SANGGAU. Surat undangan dilayangkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sanggau ke PT. Sasmita Bumi Wijaya (SBW) terakit penyelesaian persoalan 10 security yang dipecat perusahaan sawit tersebut.
Demikian diungkapan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Kabupaten Sanggau, Roni Fauzan pada Kamis (23/01/2025). Sesuai surat undangan yang telah dikirim, pertemuan akan berlangsung, Jumat (23/1/2025).
Sebelumnya, usai menerima pengaduan 10 security PT SBW yang di-PHK pada Selasa (21/1/2025) lalu, Roni menyebut bakal mengundang pihak perusahaan dan para pekerja yang di-PHK untuk duduk satu meja.
“Pihak HRD perusahaan sudah menyampaikan kepada kami terkait persoalan PHK tersebut. Keterangan mereka para pekerja yang di-PHK itu melakukan pungli. Itu masuk kategori pelanggaran berat. Kami sudah mendengar keterangan dari para pekerja yang di-PHK,” kata Roni.
Namun, Roni mengaku sudah menyampaikan kepada pihak perusahaan agar para pekerja tersebut tidak di-PHK melainkan dilakukan pembinaan terlebih dahulu atau diberikan surat peringatan.
“Saya bilang ke pihak perusahaan, ndak adakah pertimbangan kemanusiaan. Para pekerja itu kan penduduk setempat. Misalkan mereka dapat uang dari supir tapi mereka tidak minta, harusnya mereka dipanggil dan diberikan peringatan bahwa tidak boleh menerima uang seperti itu. Kalau sudah diberikan peringatan tapi masih menerima, ya terima resiko pemecatan misalnya. Tetapi pihak perusahaan tetap berkeras dengan keputusannya,” ungkap Roni.
Sebanyak 10 karyawan PT SBW yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sempat mengadu ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sanggau, Selasa (21/1/2025).
Kedatangan karyawan pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Kecamatan Tayan Hulu yang semuanya bertugas sebagai security ini didampingi Kepala Desa Binjai Heriyanto dan Anggota DPRD Kabupaten Sanggau Yuvenalis Krismono.
Satu di antara 10 security, Hadrianus menyampaikan, kedatangan mereka ke Disnakertrans untuk menuntut keadilan.
“Kami datang ke sini untuk menuntut keadilan. Ingin bisa bekerja lagi di perusahaan tersebut. Kami tidak pernah diberikan teguran atau peringatan, tiba-tiba langsung di-PHK,” ucapnya.
Hadrianus mengatakan, berawal dari tim IC yang menemukan uang pecahan Rp 10 ribu, Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang terselip dalam surat pengantar buah (SPB).
“SPB itu disimpan sopir angkutan buah sawit di meja jaga security. Dan terselip uang pecahan Rp 10 ribu, Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu. Ada 4 lembar SPB pada waktu itu. Kejadiannya tanggal 8 Januari lalu,” ungkapnya.
Menurut Hadrianus, atas temuan itu tim IC kemudian membawa salah satu security dan langsung melakukan interogasi.
“Saat diinterogasi, teman security itu dipaksa untuk mengaku bahwa uang itu kami minta ke supir. Padahal kami tidak pernah meminta ke para supir,” katanya.
Hadrianus melanjutkan, di hari yang sama 6 orang security juga dipanggil dan dipaksa membuat pengakuan yang sama.
“Besoknya 3 orang security juga dipanggil dan disuruh membuat pernyataan pengakuan yang sama,” ucapnya kesal.
Setelah itulah, Hadrianus menyebut, pihak perusahaan menyampaikan kepada Serikat Pekerja Mandiri (SPM) di perusahaan tersebut agar 10 orang security itu menyampaikan surat pengunduran diri.
“Tapi kami menolak dan minta agar pengurus kampung bersama pihak desa memediasi kami dengan pihak perusahaan. Tapi hasil mediasi tidak diindahkan pihak perusahaan, kami akhirnya di-PHK. Surat PHK kami terima dari SPM,” akunya. (KiA)
Beri dan Tulis Komentar Anda