EQUATOR, SANGGAU . Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sanggau terus berupaya menekan lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Tercatat per 24 Oktober 2023 sudah mencapai 127 kasus. Enam di antaranya meninggal dunia.
Berbagai upaya dilakukan Dinkes mulai mengaktifkan kembali Jumat Bersih, edukasi, abatesasi hingga langkah terakhir adalah fogging.
“Kalau kita di Kapuas itu kita sudah koordinasi dengan Camat, kita coba dorong untuk mengaktifkan lagi Jumat Bersih. Jadi semua kelurahan di kota ini mereka sudah bergerak, melakukan bersih-bersih, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), lalu Puskesmas melakukan abatesasi. Kemudian dari Promkes itu melakukan edukasi terkait 3M,” kata Bassilinus, Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2) Dinkes Sanggau, Selasa (24/10/2023).
Tak hanya Kecamatan Kapuas, ia mengaku sudah menyosialisasikan ke Kepala Puskesmas semua kecamatan untuk berkoordinasi dengan Camat untuk melakukan Jumat Bersih.
“Kita berharap dengan Camat selaku pimpinan kecamatan bisa menegaskan untuk semua kepala desa, RT/RW untuk peduli. Kalau Jumat Bersih ini hanya even kegiatan, tapi kita masing-masing menjaga kebersihan rumah. Itu pesannya. Melalui Camat ini nanti mengajak semua desa, kelurahan untuk PSN, 3M dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Dinkes Sanggau juga akan menggandeng Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Sanggau melalui momen peringatan Sumpah Pemuda.
“Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, nanti di tanggal 27-nya kita ada even. Kita mau gabung even itu untuk penanganan DBD ini. Itu nanti ada bersih-bersih, kerja bakti, Pemberantasan Sarang Nyamuk, kawan-kawan Puskemas juga akan membagikan bubuk abate (abatesasi),” ungkapnya.
“Ini akan melibatkan beberapa OPD dan para pemuda, karena sasarannya pemuda dan anak sekolah. Itu yang kita harapkan terjadi perubahan perilaku. Seperti kita orang tua lah kalau ada anak kecil, sebelum ke sekolah gunakan minyak serai atau autan,” tambah Bassilinus.
Sedangkan fogging, kata dia, tak bisa serta merta dilakukan. Ada aturan yang dipertimbangkan, mengingat fogging adalah racun yang disemprotkan. Akan sangat berdampak pada lingkungan, hewan, maupun manusia.
“Memang kita lakukan fogging fokus. Di mapping areanya, kejadiannya dimana baru dilakukan Fogging fokus itu. Memang harus dihitung radiusnya, berapa jumlah KK-nya. Ini biasanya Puskemas yang melakukannya. Selain itu, kalau kita semprot itu hanya di permukaan. Sedangkan yang terpenting itu vektornya, atau telur nyamuknya. Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa. Makanya yang utama itu adalah PSN dan 3 M itu,” jelas Bassilinus.
Ia juga menyebut perbedaan tempat hidup nyamuk Malaria dan DBD. Nyamuk DBD, jelas dia, senang di tempat-tempat yang bersih, tempat penampungan air hujan yang tidak ditutup.
“Makanya kami coba abatesasi. Kalau nyamuk malaria senang di tempat kotor. Makanya PSN itu untuk melakukan pencegahan. Meningkatnya jumlah DBD, lebih karena faktor cuaca,” pungkasnya. (KiA).
Beri dan Tulis Komentar Anda