
EQUATOR, Pontianak – Fenomena penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector (penagih utang) di jalanan masih sering terjadi dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Banyak konsumen yang merasa dirugikan karena kendaraan mereka ditarik sepihak tanpa proses hukum yang jelas, bahkan dalam beberapa kasus disertai intimidasi.
Terkait hal tersebut, Pengamat Hukum Kalbar, Ahli Perbankan dan Fidusia Universitas Tanjungpura, M Qahar Awaka menjelaskan, bahwa hal tersebut melanggar ketentuan.
Menurutnya, dalam proses kredit khususnya, dilakukan lembaga pembiayaan non bank dan perbankan, terdapat jaminan fidusia, di mana fidusia merupakan perjanjian yang mengikat antara debitur dan kreditur.
“Penerbitan fidusia dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM, melalui pendaftaran yang dapat pula difasilitasi oleh notaris,” katanya.
Ia menilai, baik lembaga pembiayaan (leasing) maupun perbankan wajib mengurus fidusia apabila pembiayaan yang dilakukan melibatkan jaminan barang, seperti kendaraan bermotor.
Ia menjelaskan, dalam kasus kredit kendaraan, fidusia berlaku karena konsumen membeli kendaraan dengan pembiayaan dari leasing. Kendaraan digunakan oleh konsumen, namun surat-surat kepemilikan ditahan oleh pihak leasing sampai pelunasan selesai.
“Setelah perjanjian dibuat secara sah dan fidusia didaftarkan, maka baik konsumen maupun leasing memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Etika yang benar adalah membangun komunikasi yang baik antara kedua belah pihak,” ujarnya.
Qahar menegaskan, jika terjadi tunggakan pembayaran dari konsumen, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), eksekusi atas jaminan fidusia hanya bisa dilakukan melalui Pengadilan Negeri setempat. Eksekusi pun harus menunggu keputusan hukum yang berkekuatan tetap (inkrah).
“Meski dalam perjanjian kredit terdapat klausul bahwa leasing dapat menarik kendaraan jika ada tunggakan beberapa bulan, tetap saja penarikan tidak bisa dilakukan sepihak. Harus melalui putusan pengadilan terlebih dahulu,” jelasnya.
Ia juga menyoroti peran debt collector atau penagih utang. Menurutnya, profesi tersebut legal, namun dalam menjalankan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu identitas dan surat tugas resmi. Debt collector juga wajib menjelaskan kepada konsumen mengenai tunggakan dan alasan penarikan.
“Yang menjadi pertanyaan masyarakat, bolehkah debt collector menarik kendaraan di jalanan? Jawabannya tidak boleh, selama perjanjian fidusia sudah dibuat. Jika belum ada fidusia, itu kesalahan leasing,” tegasnya.
Qahar menekankan, bahwa proses penarikan yang benar harus melalui pengajuan ke pengadilan. Setelah ada putusan inkrah, barulah penarikan dapat dilakukan. Bahkan saat eksekusi, debt collector harus didampingi minimal dua anggota kepolisian.
“Tidak cukup hanya dengan surat tugas dari leasing. Tanpa putusan pengadilan, tindakan penarikan bisa dianggap melanggar hukum,” katanya.
Ia mengingatkan agar konsumen mengetahui hak-haknya dan leasing pun harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Ia juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati saat membeli kendaraan bekas. Pastikan kendaraan tersebut tidak sedang dalam masa kredit atau menjadi agunan di lembaga pembiayaan.
“Jangan tergiur harga murah. Belilah kendaraan di tempat resmi dan terpercaya,” pesannya.
Kepada para debt collector, ia juga berpesan agar bertindak secara komunikatif dan profesional. Hindari tindakan arogan, intimidasi, atau pemaksaan yang bertentangan dengan hukum. (M@nk)