EQUATOR, Pontianak – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa kasus korupsi penyimpangan pemberian keringanan retribusi jasa usaha atas pemanfaatan Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) milik Pemerintah Kota Singkawang, pada Kamis (18/12/2025).
Sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor Pontianak, Jalan Uray Bawadi, Kecamatan Pontianak Kota itu berlangsung terbuka dan disaksikan puluhan pengunjung, termasuk keluarga para terdakwa.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Sumastro selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Singkawang, Widatoto selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Parlinggoman selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Terdakwa Sumastro dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun 7 bulan, serta denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Sementara Widatoto dan Parlinggoman masing-masing divonis pidana penjara 4 tahun 3 bulan dan denda Rp 200 juta dengan subsider 2 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut ketiganya dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan.
Menanggapi putusan majelis hakim, penasihat hukum para terdakwa, Fahrulrazi menyatakan pihaknya menghargai dan menghormati putusan tersebut.
“Yang pertama tentu kami menghargai dan menghormati keputusan ini. Yang kedua, dalam perkara ini tidak ada yang dinikmati oleh para terdakwa untuk memperkaya diri sendiri. Memperkaya diri berarti ada unsur kesengajaan, sementara dalam perkara ini tidak demikian,” ujarnya kepada wartawan usai sidang.

Fahrulrazi menambahkan, pihaknya masih akan berunding dengan tim penasihat hukum lainnya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan upaya hukum lanjutan.
“Terkait langkah selanjutnya, kami akan berunding dan bermediasi terlebih dahulu. Untuk pengembalian barang bukti, itu akan kami serahkan kepada jaksa penuntut umum,” katanya.
Ia juga menilai, pengembalian kerugian negara dimungkinkan lantaran majelis hakim dalam putusannya menghitung sendiri besaran kerugian negara, bukan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Majelis hakim menghitung sendiri kerugian negara, bukan berdasarkan audit BPKP, sehingga dakwaan yang digunakan tidak merujuk pada perhitungan BPKP,” tandasnya.
Diketahui, perkara korupsi ini berkaitan dengan penyimpangan pemberian keringanan retribusi jasa usaha atas pemanfaatan HPL milik Pemerintah Kota Singkawang yang berlokasi di Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan.
Berdasarkan hasil audit BPKP Kalimantan Barat, perbuatan para terdakwa dalam perkara tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 3,14 miliar. (Zrn)









Beri dan Tulis Komentar Anda