
EQUATORONLINEID – Cakupan imunisasi dasar di Pontianak dan Mempawah menunjukkan bahwa masih banyak ruang untuk peningkatan. Berdasarkan survei baseline yang dilakukan oleh Global Health Strategies (GHS), hanya 56,40% anak di Pontianak dan 51,50% di Mempawah yang menerima imunisasi dasar lengkap.
“Untuk imunisasi sekolah (BIAS), cakupan bahkan lebih rendah di bawah 52% di kedua wilayah. Tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap imunisasi juga cukup tinggi: 38,2% responden khawatir terhadap efek samping, 30,9% meragukan keamanan imunisasi, dan 27,4% ragu imunisasi bisa mencegah penyakit,” kata Anung Sugihantono, Senior Advisor Global Health Strategies Kemenkes RI saat membuka Pelatihan Peningkatan Kapasitas Promosi Imunisasi Melalui Media Digital/Sosial, Senin (23/06/2025) di salah satu hotel Kota Pontianak yang digelar Dinas Kesehatan Kalimantan Barat.
Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk opini publik. Hanya 2,4% responden yang tidak terpengaruh oleh informasi negatif, sementara 84,4% menyatakan sangat percaya pada informasi dari tenaga kesehatan di media sosial.
“WhatsApp, Facebook Group, dan YouTube adalah tiga platform utama, dengan WhatsApp dianggap paling membantu dalam pengambilan keputusan imunisasi,” ujar Anung.
Menanggapi kondisi ini, kata dia, program VaxSocial hadir sebagai upaya strategis untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap imunisasi. Diluncurkan sebagai inisiatif kolaboratif antara Advancing Health Online (AHO) dan Gavi, the Vaccine Alliance, VaxSocial memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menyebarkan informasi yang akurat, kontekstual, dan berbasis bukti.
“Di Indonesia, program ini dijalankan oleh Global Health Strategies (GHS) dan difokuskan di empat provinsi prioritas, yaitu Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Riau,” jelas Anung.
Kegiatan VaxSocial mencakup empat komponen utama:
1. Kampanye Media Sosial: Setiap bulan, puskesmas menerima bantuan konten promosi imunisasi yang dirancang untuk mudah dibagikan dan relevan dengan konteks lokal. Strategi kampanye memanfaatkan konten buatan pengguna (usergenerated content), social listening, serta A/B testing untuk menguji efektivitas pesan.
Konten ini juga diiklankan melalui platform Meta dan Google, dengan tujuan menyebarkan narasi positif yang relatable dan mudah dipahami masyarakat.
2. Pelatihan Jurnalis untuk Melawan Hoaks: Jurnalis lokal dilatih untuk memproduksi konten korektif yang membahas isu imunisasi dari sudut pandang yang membangun, bukan sekadar membantah. Fokus diberikan pada pembuatan narasi yang mudah dicerna masyarakat dan menyentuh kekhawatiran orang tua secara empatik.
3. Grup WhatsApp “Ibu Pandai”: WhatsApp—yang digunakan oleh 86,5% responden survei—dimanfaatkan sebagai kanal komunikasi utama. Grup ini menghadirkan konten edukatif, diskusi dua arah, kuis, serta pengingat imunisasi, yang dipandu oleh tenaga kesehatan dan kader terpercaya sebagai admin.
4. Pelatihan Peningkatan Kapasitas: Hari ini dan besok, GHS menyelenggarakan pelatihan bagi tenaga kesehatan, kader, dan tokoh masyarakat dari wilayah Kalimantan Barat. Materi pelatihan disusun berdasarkan hasil survei baseline, dengan fokus pada empati dalam komunikasi, penyusunan narasi, dan pendekatan yang relevan dengan nilai sosial budaya lokal.
Anung mengatakan kampanye media sosial di Kalimantan Barat menunjukkan hasil awal yang menjanjikan. Di Pontianak, kampanye telah menghasilkan 2,53 juta impresi dan 76.512 klik, termasuk kunjungan ke akun media sosial puskesmas dan Dinas Kesehatan Pontianak.
“Angka ini mencerminkan tingginya minat masyarakat yang perlu dikonversi lebih lanjut menjadi interaksi dan tindakan nyata, seperti kunjungan ke fasilitas layanan imunisasi,” sebutnya.
Diakui Anung, hoaks yang beredar luas di media sosial terus menjadi hambatan besar. Namun, dengan pendekatan komunikatif yang menyentuh kekhawatiran publik dan melibatkan media lokal sebagai mitra strategis, program ini berharap dapat menciptakan ruang digital yang sehat dan dapat dipercaya.
Dengan pengguna internet mencapai lebih dari 212 juta dan pengguna media sosial sebanyak 167 juta orang di Indonesia (Hootsuite, 2025), potensi untuk membentuk opini publik lewat media sosial sangat besar.
“Melalui VaxSocial, AHO dan Gavi ingin menunjukkan bahwa media sosial, jika dimanfaatkan dengan tepat dan bertanggung jawab, dapat menjadi alat yang kuat untuk membentuk perilaku kesehatan masyarakat yang positif dan berkelanjutan,” pungkas Anung. (m@nk)