
EQUATOR, Ketapang – Pemerintah pusat bersama Pemkab Ketapang dan pemangku kepentingan sektor kehutanan kembali menggelar rapat koordinasi membahas potensi tumpang tindih lahan antara usaha PT Borneo Hutan Lestari (BHL) dan rencana pembangunan food estate di Kabupaten Ketapang.
Rapat itu dihadiri perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah Kabupaten Ketapang diwakili Asisten Administrasi Umum, Devy Harinda, serta jajaran manajemen dan konsultan penyusun dokumen lingkungan (Amdal) PT BHL.
Dalam pembahasan, sejumlah pihak menyoroti pentingnya kesesuaian kegiatan perusahaan dengan kebijakan tata ruang dan fungsi kawasan hutan.
Terungkap bahwa hingga saat ini PT BHL belum memiliki peta resmi overlay yang menunjukkan secara rinci batas-batas wilayah yang terdampak oleh proyek food estate, serta sejauh mana wilayah konsesinya bersinggungan.
“Kami belum memiliki data resmi atau SK terkait food estate yang dapat dijadikan dasar penyesuaian rencana usaha kami,” kata perwakilan tim penyusun Amdal PT BHL.
Sementara perwakilan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari menyampaikan, bahwa wilayah yang direncanakan untuk food estate di Ketapang mencakup area seluas sekitar 32.600 hektare.
Semua terdiri atas hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Pihaknya mendorong agar pemerintah daerah dan PT BHL menjalin komunikasi intensif guna menyusun strategi kolaborasi pemanfaatan lahan secara berkelanjutan.
Pemerintah Kabupaten Ketapang juga menekankan perlunya menindaklanjuti hasil rapat sebelumnya (Desember 2023), khususnya poin-poin kesepakatan yang berkaitan dengan pengelolaan ruang, potensi konflik lahan, dan rekomendasi lingkungan. (Lim)
Beri dan Tulis Komentar Anda