EQUATOR, Pontianak – Praktik seks menyimpang, seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) sudah mulai menjerat anak di Kota Pontianak. Tercatat 10 siswa SMP di Kota Pontianak terlibat atas praktik menyimpang tersebut.
Hal ini terungkap ketika adanya orang tua salah satu siswa yang melaporkan kepada sekolah. Kemudian dari pihak sekolah melaporkan atas keresahan tersebut ke KPPAD Kalimantan Barat.
Ketua KPPAD Kalimantan Barat, Eka Nurhayati membenarkan terkait adanya praktik seks menyimpang yang diduga dilakukan 10 anak SMP di Kota Pontianak.
“Ada 10 siswa di salah satu SMP di Pontianak yang terlibat dan melakukan praktik seks menyimpang. Bahkan hal ini dilakukan di area sekolah,” ungkap Ketua KPPAD Kalimantan Barat, Eka Nurhayati, Jumat 21 Februari 2025.
Menurut Eka, pihak sekolah sendiri tak mengetahui adanya praktik seks menyimpang yang dilakukan peserta didik tersebut. Dimana kasus ini terungkap ketika salah satu orang tua melaporkan kepada guru di sekolah.
“Dalam laporan tersebut, orang tua menyebut sang anak menerima pesan undangan grup WhatsApp praktik menyimpang sesama siswa pria,” ungkap Eka.
Lanjut Eka, tentunya perilaku 10 siswa tersebut membuat miris dunia pendidikan di Kota Pontianak. Di mana praktik LGBT sangat tidak pantas untuk dinormalisasikan.
“10 siswa ini yang masih duduk dibangku SMP tersebut, tercatat di dalam komunitas praktek seks menyimpang,” ujar Eka.
Eka menyatakan, bahwa anak-anak ini masuk dalam komunitas LGBT tersebut, yakni berawal dari aplikasi Wallah. Di mana melalui aplikasi Wallah tersebut digunakan anak untuk membangun suatu jaringan komunitas praktik seks menyimpang.
“Dari aplikasi Walla kemudian berlanjut di grup WhatsApp,” beber Eka.
Berdasarkan pengakuan salah satu orang tua, Eka mengatakan, yakni adanya pesan grup WhatsApp yang mengajak si anak untuk bertemu dengan istilah “kopi darat” yang selanjutnya melakukan hubungan intim sesama jenis.
“Kami ketika menerima laporan ini sangat terkejut, karena komunitas LGBT terbentuk di kalangan anak-anak di Kota Pontianak,” ucap Eka.
Diterangkan Eka, atas temuan kasus praktik seks menyimpang ini, pihaknya telah memberikan pendampingan secara psikologi secara langsung untuk anak yang terlibat tersebut.
“Hingga kini kami masih melakukan pendampingan dan bekerjasama dengan guru bimbingan konseling (BK) di sekolah tersebut,” terang Eka.
Eka menyatakan pula, bahwa setelah dilakukan pendampingan 10 anak tersebut dikabarkan telah kembali normal. Namun ini diketahui hanya di saat di depan guru ataupun orang tua mereka, sedangkan saat diluar belum diketahui seperti apa.
“Kami terus memantau 10 siswa ini, dengan harapan masa depan mereka tidak terganggu dan tidak trauma,” kata Eka.
Eka menambahkan, kasus serupa melalui aplikasi Walla pernah terungkap di tahun 2023, di mana kasus ini naik sampai ke tahap penyidikan kepolisian dan sampai ke persidangan. Di mana yang menjadi pelaku adalah pria dewasa dan korban adalah anak di bawah umur. (M@nk)