EQUATOR, Jakarta – Pengawas anti monopoli Korea Selatan (Korsel) mendenda Google hampir US$ 180 juta atau setara Rp 2,52 triliun. Hal itu lantaran Google diklaim telah menyalahgunakan sistem operasi seluler dan pasar aplikasi.
Dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (14/09/2021), denda tersebut diberikan oleh Korsel beberapa pekan setelah undang-undang terkait operator toko aplikasi besar terbit. Dimana aturan itu, secara khususnya melarang operator toko aplikasi besar memaksa pengembang perangkat lunak untuk menggunakan sistem pembayaran mereka.
Pasalnya, jika toko aplikasi besar menerapkan hal tersebut, maka keduanya akan mendapatkan keuntungan secara ilegal.
Komisi Perdagangan Korea (KFTC) mengaku telah menyelidiki Google sejak tahun 2016. Hasilnya, Google pun diduga mencegah pembuatan ponsel pintar lokal seperti Samsung Electronics untuk menyesuaikan OS Android-nya.
Dari situ, Google disebut-sebut menghambat persaingan pasar melalui perjanjian anti fragmentasi. Dalam hal ini, Google dituding mencegah pembuat ponsel pintar memasang versi Android yang dimodifikasi di perangkat mereka.
“Karena itu, pembuat perangkat tidak dapat meluncurkan produk inovatif dengan layanan baru. Akibatnya, Google dapat semakin memperkuat dominasi pasarnya di pasar OS seluler,” kata KFTC dalam sebuah pernyataan.
Masih berdasarkan ulasan dari CNNIndonesia.com, di sisi lain, Google mempertahankan bahwa komisi Play Store yang dibebankan adalah standar di industri dan kompensasi yang adil. Hal ini untuk membangun pasar yang aman, di mana pengembang dapat menjangkau orang-orang di seluruh dunia.
Diketahui, Play Store memiliki pendapatan hampir 6 triliun won atau sekitar US$5,2 miliar pada 2019, terhitung 63 persen dari total negara. Google dan Apple mendominasi pasar aplikasi online di Korea Selatan, ekonomi terbesar ke-12 di dunia dan dikenal karena kehebatan teknologinya. (FikA)
Beri dan Tulis Komentar Anda