
EQUATOR, Pontianak – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh melakukan kunjungan kerja spesifik ke RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie (SSMA) Kota Pontianak, pada Kamis (06/11/2025).
Dalam kesempatan itu, Nihayatul menegaskan, bahwa rumah sakit dan puskesmas dilarang menolak pasien dalam kondisi apa pun, termasuk pasien dengan gangguan jiwa.
Dirinya menyatakan, kalau pelayanan kesehatan jiwa menjadi perhatian penting Komisi IX DPR RI, terutama setelah pemerintah meluncurkan program pemeriksaan kesehatan gratis yang juga mencakup pemeriksaan kesehatan jiwa sebagai salah satu quick win presiden.
“Haram hukumnya bagi rumah sakit dan puskesmas menolak pasien, terutama pasien dengan gangguan jiwa. Mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak,” tegasnya.
Dalam kunjungan tersebut, Nihayatul menyoroti masih adanya kendala klaim pelayanan kesehatan jiwa ke BPJS Kesehatan, yang membuat sejumlah fasilitas kesehatan kesulitan dalam pembiayaan layanan bagi pasien gangguan jiwa.
“Kami sudah berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Banyak pelayanan yang tidak bisa diklaim, padahal rumah sakit dan puskesmas sudah memberikan layanan. Ini tidak boleh terjadi,” tukasnya.
Untuk mengatasi hal itu, Komisi IX meminta BPJS Kesehatan melakukan pendampingan langsung kepada rumah sakit dan puskesmas, agar seluruh pelayanan kesehatan, terutama bagi pasien jiwa, dapat diklaim sesuai ketentuan.
Selain permasalahan klaim, Nihayatul juga menyoroti pentingnya ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan jiwa di rumah sakit umum maupun puskesmas. Ia menilai, setiap fasilitas kesehatan harus memiliki dokter spesialis jiwa dan ruang rawat inap khusus pasien jiwa, mengingat kebutuhan pelayanan ini semakin meningkat.
Dalam dialog bersama Wakil Wali Kota Pontianak, Bahasan, dan Direktur RSUD SSMA, Nihayatul juga menerima laporan hasil pemeriksaan kesehatan gratis di sekolah-sekolah, yang menunjukkan adanya lebih dari 600 siswa SMA di Pontianak mengalami depresi.
“Angka ini mengejutkan. Banyak remaja kita yang mengalami depresi karena tekanan sekolah, masalah keluarga, dan persoalan sosial. Ini sinyal bahwa kesehatan jiwa harus menjadi prioritas,” ungkapnya.
Sebagai tindak lanjut, Komisi IX DPR RI juga mendorong penguatan sarana penunjang deteksi dini gangguan jiwa di seluruh puskesmas. Nihayatul mencontohkan Puskesmas Saigon yang telah memiliki alat pendeteksi gangguan jiwa, namun fasilitas serupa belum tersedia di seluruh puskesmas.
“Kami akan melihat anggarannya, supaya alat deteksi dini ini bisa tersedia di semua puskesmas. Dengan begitu, gangguan jiwa bisa terdeteksi lebih cepat dan penanganannya juga lebih cepat,” tuturnya.
Wakil Wali Kota Pontianak, Bahasan menyampaikan apresiasi atas kunjungan Komisi IX DPR RI yang diharapkan dapat membawa peningkatan layanan kesehatan di RSUD SSMA, terutama dalam penanganan kesehatan jiwa.
“Kami berharap agenda kunjungan ini membawa kesempatan dan peningkatan layanan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie, khususnya dalam penanganan kesehatan jiwa,” ungkap dia.
Ia mengungkapkan, Pemkot Pontianak berkomitmen memperkuat pelayanan dengan menghadirkan tenaga psikiater serta membuka klinik khusus kesehatan jiwa di RSUD SSMA.
“Insya Allah, ke depan rumah sakit ini akan memiliki tenaga psikiater tambahan untuk menangani pasien dengan gangguan kejiwaan seperti depresi dan masalah mental lainnya,” jelasnya.

Bahasan menambahkan, upaya tersebut memerlukan dukungan dari pemerintah pusat melalui Komisi IX DPR RI, terutama dalam hal penambahan sumber daya manusia.
“Minimal dibutuhkan dua hingga tiga tenaga tambahan agar layanan kesehatan jiwa ini dapat ditangani secara maksimal. Apalagi, jumlah pasien dengan gangguan kejiwaan di Kota Pontianak cukup besar,” sebutnya.
Ia berharap, dengan adanya fasilitas dan tenaga kesehatan khusus, masyarakat Pontianak tidak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit di luar kota seperti ke RSJ di Singkawang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa.
Selain itu, Bahasan juga menyoroti persoalan klaim BPJS Kesehatan yang dinilainya masih rumit.
“Kadang ada kendala dalam proses klaim yang terlalu rumit. Misalnya, tindakan medis dengan biaya sekitar Rp 2 juta, tetapi klaim yang disetujui BPJS hanya sekitar Rp 1 juta. Harapannya, ke depan ada solusi yang lebih adil,” imbuhnya.
Ia menyambut baik arahan Komisi IX DPR RI agar BPJS Kesehatan melakukan pendampingan langsung dan Dewan Pengawas BPJS Pusat turut memantau pelaksanaan pelayanan agar kebijakan yang diterapkan benar-benar membantu masyarakat serta rumah sakit daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak, Eva Nurfarihah menjelaskan, bahwa kendala utama pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit yang dipimpinnya adalah keterbatasan ruang dan sarana khusus untuk pasien jiwa.
“Kami belum memiliki ruangan khusus untuk perawatan pasien jiwa. IGD kami masih bersifat umum, begitu pula polikliniknya. Namun, sejak Februari kami sudah memiliki dokter spesialis kejiwaan atau psikiater dan membuka poliklinik jiwa,” jelasnya.
Eva menambahkan, meski pelayanan sudah berjalan, sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Ia berharap Komisi IX DPR RI dapat membantu mengatasi persoalan tersebut.
“Kami sampaikan kepada Komisi IX bahwa kami membutuhkan dukungan untuk memperkuat fasilitas. Komisi IX juga menegaskan agar rumah sakit tidak menolak pasien gangguan jiwa, dan BPJS diminta mendampingi agar klaim pelayanan bisa dibayarkan,” ucapnya.
Sejak Februari hingga kini, RSUD SSMA mencatat sekitar 600 pasien gangguan jiwa telah berkunjung, dengan rata-rata 124 pasien per bulan. Gangguan terbanyak adalah kecemasan dan depresi, yang sejalan dengan temuan hasil skrining di puskesmas.
“Dulu, ketika belum ada psikiater, jumlah pasien gangguan jiwa hanya sekitar 32 orang per tahun. Sekarang meningkat pesat, artinya kesadaran masyarakat untuk mencari pertolongan semakin baik,” terang Eva.
Menurutnya, peningkatan kasus depresi di kalangan remaja salah satunya disebabkan oleh tekanan sosial di era digital.
“Anak-anak sekarang mudah merasa tidak percaya diri ketika unggahannya di media sosial tidak mendapat banyak respons. Faktor psikologis seperti ini turut berpengaruh,” pungkasnya. (M@nk)








Beri dan Tulis Komentar Anda