EQUATOR, Jakarta – Mungkin banyak yang bertanya, kenapa anak laki-laki sering dididik oleh orang tuanya tidak boleh menangis, ketimbang anak perempuan?
“Secara tradisional, laki-laki dipandang lemah atau tidak jantan dalam beberapa hal jika mereka mengekspresikan diri mereka melalui tangisan,” kata psikolog, Fiona Forman, seperti dilansir dari laman Tempo.co, Sabtu (25/09/2021).
Fiona menyampaikan, seringkali orangtua mengajari anak laki-laki supaya tidak boleh menangis dan menekan emosi mereka. Orangtua seperti itu mungkin merasa sudah melindungi anak laki-laki dari penilaian orang lain dan mempersiapkan anak laki-lakinya untuk menghadapi ‘dunia nyata’.
Tetapi, mendorong anak laki-laki untuk menekan emosi mereka bisa merusak kesehatan mental mereka di kemudian hari. Dengan meningkatnya depresi bagi pria, bunuh diri adalah penyebab utama kematian pria muda.
Karena menangis, lanjut Fiona, adalah ekspresi yang sangat sehat untuk mengekspresikan kesedihan dan kekecewaan. Menekan ekspresi untuk tidak menangis, bisa menyebabkan anak laki-laki menjadi terbiasa untuk tidak menangis.
“Dalam jangka panjang, ini dapat berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk mengelola emosi ini dan tentu saja akan berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Dan mungkin pada kemampuan mereka untuk membentuk hubungan yang dekat, terbuka, dan jujur sebagai orang dewasa,” katanya.
Masih berdasarkan ulasan Tempo.co, menurut orang Samaria di Irlandia, pria empat kali lebih mungkin untuk bunuh diri dibandingkan wanita. Tingkat bunuh diri tertinggi untuk pria berusia 25 hingga 34 tahun.
Dalam penelitian tentang tingkat bunuh diri, salah satu alasan untuk mengakhiri hidup adalah budaya. Pria diharapkan supaya kuat, tabah, dan tidak emosional. Paradigma laki-laki alfa ini bisa bersifat destruktif bagi para pria. (FikA)
Beri dan Tulis Komentar Anda