EQUATOR, jakarta – Vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Mantan Menteri Sosial RI, Juliari Peter Batubara, hanyalah setahun lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dimana JPU dari KPK tersebut sebelumnya menuntut Juliari dengan hukuman 11 tahun penjara.
Menanggapi hal ini, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai bahwa majelis hakim ‘bermain aman’.
“Menurut saya ini adalah hakim bermain aman. Kenapa saya sebut hakim main aman? Karena tidak jauh dari tuntutan JPU KPK, 11 tahun,” kata Zaenur Rohman, Senin (23/08/2021), seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Zaenur lantas membandingkan dengan vonis terhadap terdakwa kasus tipikor lainnya. Salah satunya suap impor daging sapi dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq yang divonis 18 tahun penjara.
Selain itu adalah kasus suap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan pemerasan yang dilakukan Jaksa Urip Tri Gunawan. Ia divonis 20 tahun penjara.
Kedua terpidana tersebut, menurut Zaenur, bahkan tidak melakukan korupsi pada kondisi terdesak seperti pandemi Covid-19. Namun, vonis yang dijatuhkan kepada mereka lebih berat, ketimbang kepada Juliari.
“Saya melihat putusan Majelis Hakim bahwa korupsi yang dilakukan Juliari sesuatu yang sangat serius. Saya menyayangkan vonis hakim hanya 12 tahun,” ucapnya.
Sebelumnya, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan vonis 12 tahun penjara serta denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan kepada Juliari, Senin (23/08/2021).
Juliari dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, bersalah melakukan korupsi dengan menerima suap sebesar Rp 32.482.000.000 miliar dari para rekanan penyedia bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI. (FikA)