EQUATOR, KKU – Meski telah beroperasi kurang lebih sekitar 18 tahunan di Kabupaten Kayong Utara, namun hingga saat ini, PT Kalimantan Agro Pusaka (KAP) di Kecamatan Seponti belum memiliki layanan kesehatan yang tercatat atau terverifikasi oleh Dinkes KB Kabupaten Kayong Utara.
Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Pasal 86, dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Selain penyediaan faskes, perusahaan juga diwajibkan untuk mendaftarkan karyawannya di luar dari jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan yang mencakup jaminan untuk kecelakaan kerja dan tunjangan hari tua.
BPJS Kesehatan juga sangat penting dimiliki seorang karyawan untuk melindungi karyawan ketika mengalami sakit. Kewajiban ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hal itu ditegaskan oleh Kepala dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes KB) Kayong Utara, Maria Fransisca, bahwa hingga saat ini PT KAP belum memiliki Faskes Kesehatan yang sesuai dengan yang diwajibkan oleh pemerintah terhadap perusahaan.
“Dalam bulan lalu (November 2024) kami memang sempat merencanakan akan melakukan komunikasi ke sana (PT KAP), bermaksud membicarakan mengenai penyediaan faskes terstandar bagi karyawan,” katanya.
“Untuk pengurusan izinnya kan harus ada kredensial, harus sesuai standar, harus ada tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai penanggung jawab disitu sebagai tenaga medisnya, nah ini menurut pencatatan kami belum ada,” lanjutnya.
“Rencana melakukan penjajakan ke sana belum sempat terealisasi karena keburu libur natal dan tahun baru,” tambah Sisca.
Ia mengakui, bahwa Pemerintah Kabupaten melalui Dinkes KB selalu mendorong setiap perusahaan untuk menyediakan layanan kesehatan mandiri oleh perusahaan.
“Kami mendorong kepada setiap perusahaan yang ada di wilayah kerja Kayong Utara ini, mereka (perusahaan) mereka menjamin atas pelayanan kesehatan bagi para pekerjanya, caranya dengan menyiapkan klinik atau faskes, ataupun bila belum bisa menyediakan klinik atau faskes, paling tidak perusahaan tersebut melakukan kerjasama dengan faskes terdekat, dengan ada dokter penanggung jawabnya disitu,” jelasnya.
Demikian juga terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) para karyawan, dirinya terus mendorong agar perusahaan-perusahaan bisa membayarkan iuran BPJS para karyawannya sehingga pemerintah daerah tak perlu lagi menanggung iuran BPJS masyarakat Kayong Utara yang telah menjadi karyawan sebuah perusahaan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Harusnya dibayarkan perusahaan saja ya bagi karyawan tetapnya, sumber pembayarannya (iuran BPJS Kesehatan) tidak dobel,” jelasnya.
“Mengenai kepesertaan BPJS tersebut, datanya ada di Dinas SP3APMD. Dari data tersebut, kemudian jumlahnya di sampaikan kepada BPJS untuk dilakukan penagihan kepada dinas yang menganggarkan pembayaran JKN tersebut, yaitu dinas kesehatan dan keluarga berencana (DINKES KB), maka kami setiap bulan, akan menerima tagihan tersebut, untuk kemudian diajukan untuk pembayaran,” terangnya lagi.
“Di tahun 2024 tagihannya sebesar Rp 20.382.600.000 , dan ditahun 2025 mendatang, telah teranggarkan sebesar Rp 20.300.000.000,” tambah Sisca.
Mengenai adanya dugaan kebocoran anggaran JKN yang ditanggung oleh pemerintah daerah bagi karyawan perusahaan, khususnya PT KAP, Sisca mengatakan, butuh kerja sama tim lintas OPD untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Idealnya harus ada tim kerja yang melakukan verifikasi data kepesertaan tiap bulan, yang melibatkan Dinas SP3APMD, Dinas Dukcapil , Dinkes KB, Disnakertrans juga idealnya, tidak hanya dibebankan kepada satu OPD,” tukas Sisca.
Hal diatas juga berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 86. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa setiap pengusaha wajib menyediakan tempat atau fasilitas untuk kesejahteraan dan kesehatan pekerja. (Dis)
Beri dan Tulis Komentar Anda