KALAU saya ditanya, apa sebenarnya jenis kelamin negara? Saya akan jawab perempuan. Lalu yang bakal cocok memimpin negara perempuan dong? Tidak juga, karena jenis kelamin kekuasaan menurut saya laki-laki.
Sejauh pemahaman saya, negara adalah bentuk wilayah dimana tertanam sebuah sistem tata dan nilai disitu. Ibarat sebuah organisasi besar, negara idealnya harus bertumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakatnya. Maka dari itu dibutuhkan bentuk aktif kekuasaan.
Kembali soal jenis kelamin. Tentu yang dibicarakan disini hanyalah metaforistik atau perlambangan. Karena sudah saatnya kita mengubur dalam-dalam isu gender (dalam arti sebenarnya) dalam setiap level pertarungan kekuasaan.
Entah kenapa saya cukup setuju dengan pandangan, bahwa memilih pemimpin laki-laki hanya karena dia laki-laki adalah kebodohan. Sama halnya, ketika ada seseorang memilih pemimpin perempuan hanya karena dia berjenis kelamin perempuan, adalah suatu pelecehan terhadap logika.
Karena yang dibutuhkan untuk menjalankan roda kekuasaan adalah mereka yang memiliki ruh maskulinitas. Hanya orang-orang yang berfikir oportunis saja yang memasukkan ide pembedaan gender menjadi ukuran–boleh tidaknya seseorang memegang kekuasaan.
Negara sebagai bentuk pasif, harus didorong kemampuannya oleh kekuasaan. Logikanya, siapapun bisa masuk dan menghuni sebuah organisasi yang bernama negara. Tapi tidak semua orang bisa masuk memegang kekuasaan. Jelas ini terbatas hanya pada orang-orang yang dianggap mampu dan diberi kepercayaan.
Jika dalam demokrasi, aturan main itu ada, yakni siapa yang mendapat kepercayaan paling besar itulah yang menjalankan amanah kekuasaan. Tidak terbatas, apakah dia laki-laki atau pun perempuan secara gen. Karena kemampuan maskulinitas dalam menjalankan kekuasaan demi kesejahteraan negara lebih dibutuhkan.
Wallahu a’lam bishawab..
Penulis: Fikri Akbar
Beri dan Tulis Komentar Anda