EQUATOR, Jakarta – Kabar nyeleneh ini datang dari Kota Semarang. Dimana terdapat seorang oknum dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis(PPDS) di sebuah universitas di Kota Semarang, Jawa Tengah, diduga telah mencampurkan sperma ke makanan yang hendak dikonsumsi istri temannya sendiri.
Dilansir dari Kompas.com, Selasa (14/09/2021), Pendamping korban dari Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRCKJHAM), Nia Lishayati mengungkapkan, kejadian itu bermula saat itu korban mencurigai kalau tudung saji makanan miliknya selalu berubah posisi, dan makanannya berubah bentuk.
“Pada bulan Oktober 2020 korban mulai curiga. Awalnya korban mengira ada kucing yang naik ke atas meja makan mengobrak-abrik makanan. Makanan itu memang biasa disediakan untuk makan bersama suaminya,” katanya, Senin (13/09/2021).
Nia menjelaskan, bahwa suami korban merupakan rekan seprofesi pelaku saat menempuh PPDS, sehingga memutuskan untuk tinggal bersama dalam satu rumah kontrakan.
“Awalnya korban tidak setuju. Tapi karena alasannya untuk menghemat biaya sewa waktu itu, pelaku meminta agar tinggal bersama satu kontrakan dengan suami dan korban. Mereka sudah tinggal sekitar setahunan. Pelaku sudah punya istri dan anak, namun tidak diajak tinggal di Semarang,” beber Nia.
Kemudian, sekitar Desember 2020 saat suami korban tidak sedang berada di rumah, pelaku pun ketahuan melancarkan aksinya.Ketika itu, pelaku mendekati ventilasi jendela kamar mandi untuk mengintip korban yang sedang mandi.
Lantas, tak disangka pelaku melakukan onani dan mencampurkan spermanya ke makanan korban.
“Perbuatan pelaku ini diketahui dari hasil rekaman dari Ipad milik korban. Karena penasaran, korban berinisiatif untuk merekam kejadian di ruangan tempat makan tersebut,” katanya.
Masih berdasarkan ulasan Kompas.com, Nia mengungkapkan, usai melihat hasil video rekaman itu, korban langsung kaget dan berupaya menghubungi suaminya.
“Karena tak ada jawaban, korban pun pergi keluar sembari menunggu suaminya untuk menyampaikan kejadian yang dialaminya. Begitu ketemu mereka langsung melaporkan ke pihak RT setempat. Dan pelaku akhirnya diminta untuk pergi dari rumah kontrakan,” katanya.
Setelah itu, korban mengadukan kasus tersebut ke Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah pada Desember 2020. Berkas kasusnya saat ini juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Namun, berkas dua kali dikembalikan oleh jaksa karena pelaku diminta diperiksakan kejiwaannya.
“LP nya pada bulan Maret 2021. Berkas saat ini dikembalikan jaksa ke penyidik dan saat ini proses pemenuhan petunjuk jaksa. Pelaku menjalani pemeriksaan kejiwaan,” katanya.
Korban juga melaporkan kasus tersebut ke Komnas Perempuan, yang merekomendasikan untuk pendampingan dengan LRCKJHAM pada Desember 2020.
Akibat kejadian itu, korban mengalami trauma berat, gangguan makan, gangguan tidur dan gangguan emosi. Sejak bulan Desember 2020 sampai hari ini korban harus minum obat antidepresan yang diresepkan oleh psikiatri dan pemulihan ke psikolog.
Nia menjelaskan, perbuatan pelaku melanggar Rekomendasi Umum PBB Nomor 19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dan pasal 281 KUHP tentang kesusilaan. Nia berharap, penanganan kasus ini berkeadilan gender dan dapat segera disidangkan.
“Selain itu, pelaku juga telah melanggar Sumpah Dokter,” jelasnya. (FikA)
Beri dan Tulis Komentar Anda