Belakangan ini banyak isu-isu terkait besarnya kemungkinan terjadinya praktek penambangan ilegal di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu.
Hal ini terjadi dikarenakan aktivitas penambangan tersebut tidak memiliki izin untuk melakukan penambangan. Salah satu dampak adanya penambangan ilegal di Kabupaten Kapuas Hulu adalah kerusakan yang terjadi pada lahan sawah di Desa Sungai Besar Kecamatan Bunut Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu yang diakibatkan adanya aktivitas oleh sekelompok masyarakat yang melakukan pertambangan emas ilegal.
Luas lahan sawah yang rusak akibat tambang emas ilegal diperkirakan sekitar 5 hektare yang merupakan sebagai salah satu lumbung pangan Kapuas Hulu dan lahan tersebut berstatus hutan produksi.
Dulu wilayah kabupaten/kota memiliki kemampuan untuk membuat peraturan terkait dengan aktivitas pertambangan mineral dan batubara di wilayahnya masing-masing. Seperti di Kabupaten Kapuas Hulu memiliki landasan Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu nomor 19 Tahun 2011 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Akan tetapi setelah ditetapkannya Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membuat terjadinya pemisahan kewenangan pemerintahan terkait pengelolaan sumber daya alam, termasuk bidang pertambangan mineral dan batubara, penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan serta energi dan sumber daya mineral, pemisahan dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dengan adanya undang-undang tersebut membuat Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu nomor 21 tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu nomor 19 tahun 2011 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini membuat wilayah Kabupaten/Kota hanya bisa mengelola dibidang kehutanan (pengelolaan taman hutan raya).
Sedangkan yang merasakan langsung dampak eksternalitas yang dikarenakan adanya penambangan ilegal lingkup Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota itu sendiri. Jika kita melihat dari segi geografis jarak Kabupaten Kapuas Hulu dengan Ibukota Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak memiliki jarak sekitar 588 km. Tentu penanganan yang rumit terkait izin dan tindak lanjut dari adanya penambangan ilegal tersebut dirasa kurang efektif apabila Wilayah Penambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten/Kota hanya dapat diberikan izin oleh Pemerintah Daerah Provinsi.
Hal tersebut membuat masyarakat sulit untuk memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan mereka dibidang pertambangan dan di lain sisi menciptakan adanya aktivitas penambangan yang ilegal yang dapat merusak ekosistem lingkungan di daerah tersebut, hal ini tentu dikarenakan sulitnya mendapatkan izin karena kendala regulasi yang rumit. Berdasarkan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 pasal 1 dan pasal 20 menjelaskan bahwa Izin Pertambangan Rakyat (IPR) hanya bisa diterbitkan di dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
Terkait hal itu tentu perlu strategi baru dari pemerintah daerah untuk mencegah kembali dampak dari adanya aktivitas penambangan ilegal di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Bupati Kapuas Hulu yaitu Fransiskus Diaan, telah mengusulkan untuk memperbanyak WPR sebagai upaya agar masyarakat tidak melakukan aktivitas pertambangan ilegal. Kecamatan yang memiliki WPR di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu antara lain Kecamatan Boyan Tanjung, Bunut Hilir, Bunut Hulu, Jongkong, Suhaid, Kalis, Mentebah, Silat Hilir, Silat Hulu dan Kecamatan Pengkadan.
Masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu perlu meningkatkan kerja sama aktif dalam mencegah segala aktivitas berkaitan dengan pertambangan ilegal, sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi perlu memperhatikan pemberian perizinan bagi masyarakat yang beraktivitas di ruang lingkup pertambangan dan terus mengawasi segala aktivitas pertambangan tersebut agar selain memberikan tambahan penerimaan bagi negara dan daerah berdasarkan dana bagi hasil tetapi juga tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem di dalamnya.
Penulis:
Steven Hoover Sianturi, A.Md.Ak.
Pelaksana Seksi Bank – KPPN Putussibau
Beri dan Tulis Komentar Anda