EQUATOR, Sanggau – Ahli Waris Petrus Sujono menolak putusan Pengadilan Negeri Sanggau terhadap perkara Nomor: 301/Pid.B/2021/PN Sag. Mereka memberi pernyataan sikap di Kantor Bupati Sanggau, Selasa (29/3/2022).
Petrus Sujono merupakan merupakan terdakwa dalam perkara pencemaran nama baik. Dia dilaporkan Sutek P Mulih. Pada sidang putusan yang digelar di PN Sanggau, Rabu (23/3/2022) lalu, Petrus divonis tiga bulan penjara oleh majelis hakim.
Petrus Sujono pun telah mengajukan banding terhadap putusan itu. Sutek P mulih juga melaporkan Jan Purdy Rajagukguk dalam perkara yang sama. Tetapi berkas Petrus dan Jan Purdy terpisah.
Terhadap perkara dengan Nomor 210/Pid.B/2021/PN Sag, majelis hakim PN Sanggau menjatuhkan vonis bebas melalui sidang putusan yang digelar pada 2 Desember 2021. Putusan Hakim mendapat perlawanan dari jaksa penuntut umum, yang melakukan upaya kasasi.
Ahli Waris Petrus, Derianus Hamdi menyebut, ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penolakan ahli waris terhadap putusan majelis hakim PN Sanggau tersebut.
Pertama, perkara tersebut sejatinya telah diselesaikan dengan peradilan Adat Dusun Sengawan Hilir, Desa Binjai, Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau pada tanggal 2 November 2019. Dan acara Pomang telah telah dilakukan pada 10 November 2019.
Kedua, karena perkara tersebut sudah diselesaikan pada peradilan adat. Maka pengadilan tidak berwenang lagi mengadili perkara a quo atau dakwaan tidak dapat diterima.
Atau surat dakwaan harus dibatalkan sesuai Pasal 156 Ayat (1) KUHAP, Bab VIII ihwal hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pasal 76 KUHAP Ayat (1). Sehingga perkara ini nebis in idem.
Ketiga, NKRI mengakui dan menghormati hukum adat seperti terdapat pada konstitusi NKRI. Yakni UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) yang berbunyi:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-undang”.
Keempat, lanjut dia, hakim Pengadilan Negeri dan hakim konstitusi wajib menggali hukum adat seperti terdapat dalam UU RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 Ayat (1) yang berbunyi:
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
“Oleh karena itu, ketika hakim memutuskan perkara Nomor: 301/Pid.B/2021/PN Sag tanggal 23 Maret 2022. Seyogianya harus mempertimbangkan berita acara penyelesaian adat fitnah perdukunan tanggal 10 November 2019,” lugas Derianus Hamdi.
Ia menambahkan, pertimbangan selanjutnya, Pemkab Sanggau telah mengeluarkan Perda Kabupaten Sanggau Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Yang mempertegas pengakuan dan penghormatan serta perlindungan masyarakat hukum adat, kelembagaan adat dan hukum adat
Berdasarkan pertimbangan yuridis, ahli waris Petrus Sujono menyatakan sikap tegas supaya aparat penegak hukum, khususnya majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak yang menangani perkara a quo untuk menjatuhkan putusan.
“Membebaskan Petrus Sujono dari segala tuntutan pidana dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kedudukan, kemampuan, harkat serta martabatnya seperti sedia kala,” demikian Derianus Hamdi. (KiA)
Beri dan Tulis Komentar Anda