EQUATOR, Ketapang – Mantan Direktur Operasional PT Sukses Bintang Indonesia (SBI), Djoko buka suara soal polemik antara PT SBI dengan PT Ratu Intan Mining (RIM) saat ini. Djoko menjelaskan hal demikian lantaran merasa berada di posisi netral dan mengetahui pokok persoalan.
Melalui keterangan pers yang diterima Equatoronline.id, Sabtu (28/08/2021), Djoko mengatakan, persoalan ini berawal ketika PT SBI memutuskan hubungan kerjasama secara sepihak dengan PT RIM. Padahal sesuai kontrak kerja, untuk pemutusan hubungan kerjasama boleh dilakukan pemberitahuan minimal satu bulan sebelum berhenti.
“Namun SBI memutuskan hubungan kerja secara tiba-tiba dan melanggar perjanjian kontrak dengan PT RIM. Ini bisa disebut sebagai wanprestasi, dan resiko dari berhenti sepihak sudah coba saya sampaikan dampaknya ke Direktur SBI, tapi tidak ditanggapi saat itu,” katanya.
Lebih lanjut Djoko menceritakan, sebelum bekerja dengan PT RIM, PT SBI sudah berpindah-pindah lokasi kerja. Di antaranya seperti dengan PPC, DSM, JUS dan terakhir bersama RIM. Tapi, sambung dia, selalu mengulang kegagalan dalam memanage pengeluaran operasional, angsuran leasing dan Sparepart. Ini karena keterbatasan modal SBI yang mengakibatkan ketidakmampuan bayar tagihan operasional dan angsuran.
“SBI selalu beralasan kalau pembayaran dari pihak main kontraktor terlambat. Bahkan terjadi lagi kepada PT RIM yang selalu dijadikan alasan kepada pihak ketiga kalau PT RIM tidak bayar. Padahal itu karena keterbatasan modal SBI yang tidak mencukupi,” jelasnya.
Dia mengaku, kalau PT RIM sendiri selama menjalankan kerjasama dengan PT SBI, PT RIM selalu membayar sesuai pencapaian kerja dan invoice yang ditagihkan tanpa pernah terlambat sekalipun. PT RIM mempunyai niatan baik untuk selalu membantu PT SBI dengan membayar invoice tagihan lebih cepat dan memberikan pinjaman.
“Perusahaan kontraktor yang sehat itu mempunyai porsi hutang aset maksimal misalkan 60 unit lunas, 40 terhutang, faktanya pihak SBI 100% asetnya masih terhutang. Sehingga hanya mengandalkan pembayaran yang dipercepat oleh PT RIM, bahkan pembayaran PT. RIM belum bisa menutupi semua hutang SBI dengan pihak ketiga,” tuturnya.
Djoko mengaku, dirinya harus memutuskan berhenti bekerja dengan PT SBI setelah Direktur SBI, Edy Gunawan memutuskan secara sepihak hubungan kerjasama dengan PT RIM. Saat itu ia tidak setuju dengan keputusan Edy lantaran akan berdampak seperti yang terjadi sekarang.
“Jadi munculnya sengketa piutang berjalan sekarang diikarenakan SBI yang memutuskan hubungan sepihak dengan PT RIM. Meskipun demikian PT RIM masih memiliki niatan baik, yakni mencoba membayar piutang berjalan. Namun selalu ditolak SBI karena SBI meminta secara cash, akan tetapi RIM harus menyesuaikan pembayaran dengan kemampuan cashflow mereka akibat SBI yang berhenti sepihak itu,” ungkapnya.
Untuk itu, ia menilai persoalan yang saat ini terjadi murni merupakan sengketa piutang kerja untuk menyelesaikan pembayaran sisa tagihan.
“Setelah berhenti sepihak, SBI tidak mampu membayar gaji karyawan dan supplier lokal sehingga akhirnya PT RIM berniatan baik memberikan pinjaman menyelesaikan persoalan itu sebesar Rp 3 miliar lebih. Itu dimaksudkan agar tidak menimbulkan masalah sosial ketenagakerjaan dan untuk menyelamatkan aset PT SBI supaya tidak ditahan oleh pekerja dan supplier, anehnya niatan baik ini malah tidak diakui PT SBI,” tambahnya.
Sementara Kuasa hukum PT RIM, Nikolas Desta mengatakan, konsep awal kerja itu adalah subkontrak. Dimana pelaksana awal pekerjaan adalah PT RIM, kemudian mengalihkan pekerjaan kepada PT SBI.
Desta menerangkan, dalam perjanjian kerja itu antara PT SBI dan PT RIM mengerjakan tiga wilayah pertambangan. Dalam perjanjian ditetapkan waktu pembayaran dan syarat pengunduran diri.
“Jadi waktu pembayaran itu ditentukan 60 hari sejak tagihan diterima dan dinyatakan lengkap. Serta syarat pengunduran diri satu bulan sejak diajukan,” sebutnya.
Adapun terkait adanya PT SBI yang pada Maret mengklaim beberapa penagihan kepada PT RIM, sebenarnya tagihan-tagihan tersebut belum jatuh tempo.
“Sebab belum jatuh tempo, PT RIM merasa belum ada kewajiban untuk membayar. Kalau sudah lewat 60 hari itu baru wanprestasi,” ujarnya.
Dia juga menegaskan, persoalan antara PT RIM dengan PT SBI merupakan murni perdata, karena sengketa bisnis antara dua perusahaan atau PT atau badan usaha terkait masalah pembayaran-pembayaran yang masuknya nanti murni ke perdata wanprestasi.
“Jadi tidak ada penggelapan dalam persoalan ini. Saat ini juga sedang dalam proses pengadilan terkait persoalan perdata yang mana ada dua. Kita sebagai penggugat dan sebagai tergugat tinggal menunggu putusan pengadilan,” timpalnya. (Lim)
Beri dan Tulis Komentar Anda